Memasuki usia 5-6 tahun, si kecil yang manis mulai berbeda.
Sifat dan tingkah lakunya mulai sering membuat kita jengkel. Apapun keinginannya
selalu minta dituruti, bahkan tak jarang pake acara ngajak bertengkar, ngambek
dan nangis. Yang lebih menjengkelkan lagi, muncul kosa kata baru yang cenderung
kasar ketika ia marah. Dikasih pengertian pun sering tak mempan, sulit
dikendalikan. Keukeuh dan egois, mungkin itu yang tergambar di benak sang ibu
terhadap si kecil.
Dunia anak-anak memang penuh kejutan. Pagi begitu ceria,
lucu dan manis sikapnya. Beberapa jam kemudian bisa berubah drastis, rewel dan
membuat seisi rumah jengkel. Ada saja kejadian yang membuatnya uring-uringan.
Di sinilah kesabaran, ketegasan, perhatian dan pengertian orang tua benar-benar
dibutuhkan. Anak mulai mengenal pentingnya teman, mempertahankan keinginan dan
sesuatu yang disukai, cenderung destruktif terhadap sesuatu yang menurutnya
jelek atau tidak suka, lebih sering bertengkar bahkan berani menentang
orang-orang terdekatnya.
Secara psikis, ia mulai mengenal dan menangkap sinyal-sinyal
yang bisa membentuk kepribadiannya, sehingga tidak bisa dibilang tidak atau jangan.
Hal ini sebetulnya wajar, dan normal dialami anak-anak karena rasa ingin tahu
dan rasa ingin mencobanya tinggi. Dalam fase ini, orang tua harus mulai
menerapkan aturan yang sesuai, menanamkan disiplin dan perhatian utuh. Untuk
menghadapi perubahan si kecil yang mulai “membuat jengkel”, ada beberap trik
sederhana yang mungkin bermanfaat.
Pertama, jangan bersikap terlalu frontal dalam menghadapi
perubahan atau keinginan si kecil. Sekiranya yang dia inginkan itu baik dan
sanggup kita penuhi, turutilah. Akan tetapi jika sikap dan keinginannya memang
kelewatan, tidak baik untuknya,membahayakan, dan kita tidak sanggup
memenuhinya, katakan tidak atau jangan dengan tegas. Meskipun efeknya dia akan
marah atau menangis meraung-raung, biarkan saja. Tujuan kita satu, mulai
mengarahkan dan membentuk kepribadiannya dengan pola asuh dan didikan yang baik
untuknya, sehingga dia mulai belajar mengerti yang seharusnya dia lakukan dan
dia tunjukkan.
Kedua, sebisa mungkin orang tua jangan terpancing emosi
ketika anak mulai menjengkelkan. Hindari banyak ngomel dan mengeluarkan
kata-kata yang bisa menyakitinya atau membuatnya merasa rendah. Kalau sudah
diberi pengertian masih tidak mempan, beri dia peringatan dan hukuman yang
efektif. Misalnya, dengan mendiamkannya beberapa jam, tidak mengizinkannya
nonton acara favoritnya, tidak mengizinkannya bermain di luar, dll yang
sifatnya mendidik dan membuatnya menyadari kesalahannya.
Ketiga, orang tua harus konsisiten menerapkan aturan, mana
yang boleh dan mana yang tidak. Fungsinya untuk menanamkan pembiasaan disiplin.
Yang disiplin bukan Cuma anaknya, orang tuanya juga harus memberikan contoh. Sebandel
dan serewel apapun kalau sudah dibiasakan disiplin dengan aturan, insya Allah dampaknya
tidak akan terlalu parah.
Keempat, perhatikan pergaulan dan lingkungan bermain si
kecil. Usahakan untuk mendampingi dan mengawasinya setiap kali bermain dengan
teman-temannya. Upayakan pula apa yang dilihat dan didengarnya adalah hal-hal
yang positif, supaya proses mendidik dan membentuk kepribadiannya menjadi lebih
baik. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental, moral dan
kepribadiannya sejak kecil.
Kelima, Berkomunikasilah terus dengan anak dan Tuhan.
Komunikasi ini penting untuk saling memahami, apa yang disukai dan tak disukai
si kecil dari kita, bagaimana kita bisa mengerti dan memahami potensi positif
dan negative si kecil. Adukan segala keberatan kepada Yang Maha Membentuk,
mohonkan kesalehan untuk anak-anak kita.
Bebaskan, kendalikan dan doakan.