Cara Memberikan Hukuman yang Mendidik buat Anak

Memberikan hukuman kepada anak-anak tetap harus dilakukan dengan cara yang mendidik, senakal apapun mereka. Kenakalan merupakan bagian tak terpisahkan dari masa tumbuh kembang anak, terutama di masa 7 tahun pertamanya. Banyak orang tua yang merespon kenakalan si kecil dengan mengekspresikan kemarahan yang tidak semestinya, memberikan hukuman fisik, bahkan tidak sedikit yang berlanjut menjadi kekerasan fisik. Padahal, bentuk hukuman seperti itu bisa mengganggu perkembangan emosi anak, hingga tak jarang perilaku nakalnya semakin menjadi atau “semakin liar”.

Memarahi si kecil karena kesalahnnya itu wajar, asalkan orang tua tidak mengucapkan kata-kata kasar dan merendahkan yang akan menempel sebagai memori negatif hingga ia dewasa kelak. Memberi hukuman karena kenakalannya pun sebisa mungkin harus dilakukan dengan cara yang mendidik dan efektif. Artinya, tanpa hukuman fisik apalagi berlanjut menjadi kekerasan fisik.

Continue reading “Cara Memberikan Hukuman yang Mendidik buat Anak”

Arti Penting Angka 0

Angka 0 memiliki arti penting dalam ilmu hitung, serta dalam memaknai dan menilai banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Angka 0 yang dalam bahasa Inggris disebut zero berasal dari bahasa Arab “sifr” yang bermakna “kosong”, sehingga angka 0 seringkali diartikan sebagai ketiadaan, kekosongan dan kehampaan dalam diri dan kehidupan manusia. Menjadi tanda kekalahan dalam sebuah pertarungan atau pertandingan, dan sering dianggap sebagai lambang ketidakmampuan seseorang dalam menjalankan peran kehidupan. Meskipun demikian, angka 0 memiliki arti penting dalam mencapai kesempurnaan nilai sesuatu, serta bisa menjadi simbol kemenangan bagi penyucian jiwa.
Apa pentingnya angka 0 dalam ilmu hitung?
Secara historis, ditemukannya angka 0 pertama kali oleh Muhammad bin Ahmad merupakan sebuah hasil pemikiran mendalam untuk menjawab masalah penghitungan bilangan di masa itu. Menuliskan bilangan dalam jumlah besar, dengan menggunakan angka-angka yang demikian rumit seperti angka Romawi sangatlah sulit. Jumlah bilangan puluhan, ratusan hingga ribuan dalam angka Romawi masih bisa dituliskan dan dihafal bentuknya. Misalnya, X (10), XX (20), C (100), M (1.000). Namun, bila jumlah bilangan jutaan, milyaran, atau triliunan tentu sangat sulit menuliskannya dalam angka Romawi. Karena itu, penemuan angka 0 ini memiliki arti penting dalam penghitungan dan penulisan bilangan.
Pemikiran Muhammad bin Ahmad tersebut kemudian dilanjutkan oleh Muhammad bin Musa Al Kwarizmy, seorang tokoh penemu perhitungan Al Jabar yang menjadi dasar ilmu pasti, yang dilahirkan di Khiva (Iraq) pada tahun 780 M. Dia juga berjasa dalam ilmu ukur sudut melalui fungsi sinus dan tangent, persamaan linear dan kuadrat serta kalkulus integral. Tabel ukur sudutnya (Tabel Sinus dan Tangent) menjadi rujukan tabel ukur sudut saat ini. Selain ahli matematika, ia juga ahli geografi, sejarah dan musik. Karya-karyanya di bidang matematika terdapat dalam Kitabul Jama wat Tafriq dan Hisab al-Jabar wal Muqabla. Hasil karya Al-Khwarizmi inilah yang kemudian menjadi rujukan dan mempengaruhi pemikiran para ilmuwan Eropa, seperti Jacob Florence, serta Leonardo Fibonacci yang kemudian lebih dikenal masyarakt dunia sebagai ahli matematika Al Jabar. Penemuan angka 0 ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dunia karena dengan angka 0 tersebut, kini kita dapat dengan mudah menuliskan jumlah bilangan dari yang terkecil hingga yang tertinggi dengan bantuan angka 0.
Continue reading “Arti Penting Angka 0”

Bagaimana Cara Mengatasi Sindrom Ujian Nasional

Ujian Nasional (UN) tinggal menghitung hari, terutama bagi para siswa SMA. Berbagai gejala sindrom UN semakin tampak dalam keseharian siswa-siswi di sekolah maupun di rumah. Tidak sedikit yang bertingkah laku di luar kebiasaannya. Stres, tegang, gelisah, panik, khawatir dan takut menghadapi ujian merupakan gejala psikologis yang kerap mendominasi hati dan pikiran. Tidak sedikit pula yang bersikap sebaliknya, terlihat acuh tak acuh dan dibawa santai. Gejala -gejala sindromatik menjelang ujian, tentu perlu dicermati dan diatasi secara tepat, baik oleh diri siswa sendiri, orang tua maupun guru. Dalam kondisi tertentu, sindrom UN tersebut kerap mengganggu kesehatan. Ada yang jadi gampang sakit, terlihat lesu dan sulit berkonsentrasi ketika belajar. “Takut tidak lulus”, mungkin hal yang paling membebani para siswa, sehingga mengatasi sindrom UN yang menggejala tersebut diperlukan upaya persiapan dan dukungan integral dari aspek material, moral, mental, psikologis, spiritual, intelektual dan emosional yang dilakukan semua pihak terkait.

Mengapa demikian?
Munculnya gejala sindromatik yang ditunjukkan siswa bisa dikatakan sebagai gejala psikologis berulang dari tahun ke tahun. Hal ini tentu perlu untuk dijadikan bahan evaluasi dan inovasi bagi semua pihak, termasuk orang tua, guru, siswa dan pengelola sistem pendidikan. Sebuah realita bahwa UN “membebani” banyak siswa, bahkan para guru juga orang tua siswa. Beban kecemasan dan kekhawatiran akan menggejala mulai dari diinformasikannya standar kelulusan, persiapan yang harus dilakukan pra-UN, saat pelaksanaannya, hingga mempersiapkan kondisi pasca UN. Memang, sebagai bagian dari sebuah sistem, UN memiliki tujuan yang ideal bagi proses pendidikan, terutama sebagai salah satu alat ukur keberhasilan pembelajaran formal. Namun, dalam praktiknya, tingkat kesiapan dan kematangan tiap sekolah, guru dan siswanya berbeda-beda, bergantung kepada besar kecilnya kendala yang dihadapi masing-masing.

Sebagai sebuah proses dalam sistem pendidikan, UN dapat dikatakan sebagai ajang kompetisi prestasi bergengsi yang bisa mempengaruhi mutu sekolah dan kualitas lulusan. Namun, secara manusiawi, ujian dalam bentuk apapun membutuhkan kesiapan mental dan fisik, serta kematangan dalam mempersiapkan berbagai kemungkinan. Ujian Nasional juga dapat dikatakan sebagai sebuah beban mental bagi yang tidak siap mengatasi dan menghadapi berbagai kemungkinan (berhasil/gagal). Beban mental psikologis seringkali lebih sulit diatasi, serta melemahkan kekuatan fisik dan konsentrasi berpikir seseorang sekalipun persiapan materi sudah mantap, sehingga ciri-ciri sindromatik di atas kerap terlihat mempengaruhi sikap dan tingkah laku para siswa yang akan menghadapi ujian.

Lalu bagaimana cara mengatasinya?
Ada gejala, ada kendala dan ada usaha untuk melewatinya sebagai sebagai sebuah proses di dunia pendidikan. Kesiapan mental, emosional dan spiritual merupakan aspek penting yang mendukung aspek material dan intelektual dalam menghadapi ujian dan mengatasi gejala-gejala sindrom tersebut. Selain dukungan moral dan material dari guru dan orang tua, bagi pembaca yang akan menghadapi ujian ada beberapa cara sederhana yang dapat disimak berikut ini untuk membantu mengtasi  sindrom ujian.
Pertama, usahakan untuk makan teratur dengan gizi seimbang. Kesiapan fisik merupakan modal penting menghadapi segala bentuk ujian. Hindari minuman berkafein tinggi, beralkohol dan merokok karena selain mengganggu kesehatan badan juga bisa merusak mood kita. Mood merupakan faktor penting bagi kelancaran dan keberhasilan dalam mengerjakan sesuatu, termasuk menjaga stabilitas semangat dan konsentrasi.

Kedua, biasaan tidur cukup dan teratur. Selain tidur malam yang cukup dan berkualitas, sempatkan tidur siang selama 20-30 menit untuk menjaga agar tubuh tetap bugar dan otak kembali fresh. Penelitian membuktikan bahwa tidur selain mempengaruhi optimasi kerja otak juga mempengaruhi kestabilan emosi. Rasa cemas, tegang dan stres merupakan dorongan emosional kita. Kestabilan emosi sangat mempengaruhi kebebasan dan ketenangan berpikir juga dalam melakukan dan menyelesaikan sesuatu. Ketiga, manjakan otak dengan relaksasi atau terapi musik sederhana. Hal ini bisa dilakukan sambil belajar atau setelah penat belajar. Menciptakan suasana belajar yang nyaman, di tempat yang tenang atau sambil mendengarkan musik berirama lembut bisa membantu optimasi fungsi kerja otak dalam menyerap dan menyimpan informasi. Keempat, jangan bebani otak kita dengan SKS (Sistem Kebut Semalam) atau belajar banyak materi sekaligus dalam satu waktu. Memori otak kita lebih efektif menyerap informasi secara berkala. Karena itu, lebih baik belajar sedikit-sedikit secara rutin (dicicil) setiap hari bahkan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan ujian. Mempelajari variasi soal ujian yang berkaitan dengan materi pelajaran atau membuat ringkasan materi bisa menjadi metode yang membantu pemahaman kita. Beban otak berlebih mempengaruhi emosi dan pikiran kita, cepat lelah dan gampang marah.
Kelima, jangan menyepelekan hal-hal yang dianggap kecil yang berkaitan dengan ujian. Persiapkan peralatan dan kelengkapan ujian, serta perhatikan hal-hal teknis lainnya seperti peraturan ujian dan ketelitian membaca, memahami dan menganalisa soal ujian. Keteledoran dalam hal-hal kecil seringkali menimbulkan kepanikan yang bisa membuat konsentrasi buyar.
Keenam, tumbuhkan optimisme bahwa kita pasti bisa melewati ujian dengan segenap upaya dan kerja keras kita dalam belajar. Keyakinan dan berpikir positif merupakan energi yang bisa mempengaruhi cara kita bersikap dan bertindak, sehingga berdampak terhadap kestabilan fisik dan ketenangan psikis kita menghadapi ujian
Ketujuh, persiapkan mental spiritual kita dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui shalat, doa, membiasakan membaca Al-Qur’an secara rutin dan berpuasa. Di balik segala upaya fisik dan material kita, ada kekuatan dan kekuasaan Yang Maha Menentukan, yang lebih menentukan keberhasilan atau kegagalan kita. Kerendahan hati kita untuk meminta akan menumbuhkan keikhlasan kita untuk bersabar dalam ikhtiar (belajar), serta dalam berserah dan berpasrah diri atas keputusan-Nya.
DOA merupakan energi yang tidak akan pernah habis meskipun sering kita gunakan dan sering pula kita abaikan. Sebuah doa bisa mengubah keadaan dan segenap upaya bisa menjadi jalan terwujudnya harapan.
Semoga berhasil dan bermanfaat.