Diri kita adalah apa yang ada di pikiran kita. Who am I? I am what I think.
Menjadi diri apa adanya memang gampang-gampang susah. Kecenderungan orang ingin tampil sempurna di mata orang lain, sehingga reaksi orang selalu positif terhadap dirinya. Ada kalanya manusia lebih peduli terhadap pendapat dan pandangan orang lain dibandingkan dengan dirinya sendiri. Banyak meniru dan mencontoh gaya orang lain yang belum tentu sesuai dengan dirinya.
Menjadi diri apa adanya bukan berarti bisa bertingkah sekehendak hati, tanpa memikirkan orang lain. Bersikap apa adanya berarti menyesuaikan keinginan dengan kemampuan diri tanpa melebih-lebihkan diri.Siapapun bisa belajar menjadi dirinya sendiri tanpa merasa takut dipandang rendah oleh orang lain. Beberapa tips sederhana berikut ini, mungkin bisa kita pelajari dan terapkan dalam keseharian kita.
Pertama, mensyukuri apa yang diterima. Bersyukur merupakan kemampuan yang menakjubkan. Rasa syukur menjadi siraman kesejukan jiwa yang menuntun kepada qanaah, sabar dan ikhlas, terutama di saat kenyataan tidak sesuai dengan harapan. Syukur lahir dari rasa menerima apa adanya, meyakini bahwa ada pembelajaran terbaik (hikmah) di setiap kejadian. Rasa syukur juga menumbuhkan sikap yang senantiasa membumi, sehingga merasa lebih beruntung dibandingkan orang yang lebih menderita daripada kita.
Kedua, belajar untuk tidak selalu menyenangkan orang lain. Artinya, belajar untuk tidak terlalu peduli dengan komentar miring, pandangan dan pendapat orang lain tentang diri kita, selagi kita di posisi yang benar dan tidak merugikan banyak orang. Mungkin selama ini kita terlalu berusaha untuk bisa diakui, diterima dan dicintai orang lain, sehingga tanpa kita sadari kita bertindak sesuai keinginan banyak orang, mengabaikan kata hati sendiri. Jika pendapat orang menekan kita, bersikaplah lebih asertif, tidak reaksioner dan mengintrospeksi diri.
Ketiga,belajar untuk tidak mencari pujian dan terima kasih sebagai pengakuan atas apa yang kita lakukan. Setiap orang memang butuh pengakuan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya. Namun, tujuan akhir yang kita tetapkan dalam melakukan sesuatu harus diutamakan karena tujuan akhir itulah bagian dari kesempurnaan setiap kegiatan kita. Lakukan dengan ikhlas, percaya diri dan jangan terpaku pada penilaian orang. Pujian bukan satu-satunya kebutuhan kita karena yang terpenting adalah bagaimana kita melakukan sesuatu secara optimal.
Keempat, mencari sisi terang dari setiap hal, termasuk dari diri kita. Ketika sesuatu yang buruk terjadi, jangan selalu menyerah pada sisi gelapnya, kita coba cari sisi terangnya.Tidak ada sesuatu yang benar-benar hitam atau putih, kitalah yang wajib memisahkan hitam dan putih. Carilah sisi positif dari diri kita, jangan selalu memvonis diri sendiri atau orang lain “selalu salah”, tak berguna dan tidak bisa berubah. Kita bisa mendapatkan yang kita minta jika kita berusaha dengan cara yang tepat, karena kita memiliki kelebihan dan pasti ada sisi baik dari setiap hal yang harus kita temukan.
Kelima, jangan membandingkan diri dengan orang lain secara tidak adil. Setiap hal memiliki 2 sisi, sisi baik dan buruk. Masalahnya ada dalam cara pandang kita. Jangan gunakan standard ukuran orang lain untuk menilai diri kita, begitu pun sebaliknya. Belajarlah untuk tidak terlalu sering mengkritik diri sendiri agar potensi positif dalam diri kita semakin berkembang.
Keenam, mencari keselarasan dan keseimbangan. Ketika ada tuntutan dari dalam dan luar diri kita, pikirkan dengan matang. Apakah tuntutan itu sesuai dengan kemampuan kita. Perlu diingat bahwa kita tak bisa melakukan segala hal yang kita pikir mampu kita lakukan. Pikiran seperti ini akan membebani. Lebih baik kita tetapkan rencana, tujuan dan strategi yang lebih realistis. Keseimbangan antara keinginan dengan kemampuan sangatlah penting untuk menjaga kontinuitas spirit dan motivasi diri.
Ketujuh, belajar menikmati proses tanpa mengesampingkan tujuan. Setiap orang memang cenderung mengutamakan hasil daripada proses. Pandangan seperti ini perlu diubah karena dalam banyak hal proses menjadi hal penting. Hasil dari sesuatu sangat ditentukan oleh proses. Kalau kita malas berproses, maka kita juga tidak mungkin berhasil. Proseslah yang sesungguhnya membentuk diri kita. Fokus dan konsentrasi kita tercurah untuk proses yang dijalani, sehingga kalau tidak bisa menikmatinya, hasilnya pun akan berbeda dari yang diharapkan. Ingat, nilai keberhasilan itu tergantung kepada cara kita menjalani proses.
Kedelapan, belajar untuk menghilangkan sifat perfeksionis dalam segala hal. Banyak orang yang menjauhi orang-orang yang memiliki sifat seperti ini. Kita boleh saja menuntut keistimewaan, tetapi kita perlu membatasi kesempurnaan dan keistimewaan pada hal-hal tertentu saja. Boleh saja sesekali kita mencoba melakukan hal-hal yang terlihat tak sempurna, seperti membuat kue bolu yang bantet, toh dunia tidak akan terbalik ketika bolu buatan kita bantet. Menghilangkan sifat perfeksionis penting untuk menciptakan kedamaian dan kenyamanan diri kita. Tanpa kita sadari, seringkali kita mengkritik orang-orang yang kita cintai hingga mereka merasa apapun yang mereka lakukan selalu salah, tak bisa menyenangkan kita. Lalu, coba kita rasakan ketika menghadapi orang yang tidak sabar. Mungkin seperti itulah kita memperlakukan orang lain.
bagus artikelnya …untuk belajar saya
bagus artikelnya…mbak Nia